Minggu, November 29, 2009

Belajar dari Tragedi Dumai Expres 10

Transporasi laut di Kepulaun Riau dipenghujung bulan November ini dihebohkan dengan terjadinya tiga kecelakaan kapal feri secara bersamaan. Pertama kapal feri Dumai Expres 10 yang membawa lebih kurang 280anb penumpang mengalami pecah diperairan Tekong Hiu Selat Malaka yang menewaskan 29 orang, kedua KM Sumber Rezeki tenggelam di sekitar perairan Alang Tiga Dabo Singkep, yang menewaskan lima ABK dan satu nakhoda, serta 200 kambing dan belasan ekor sapi, ketiga MV Marina Batam 10 dan Dumai Expres 15 kandas di laut beberapa jam karena air surut, (Batam Pos 23/11).

Dalam sebuah perjalanan musibah adalah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan bagi setiap orang, maka keselamatan adalah segala-galanya. Menurut informasi Media yang ada di Batam baik media cetak maupun elektronik, kejadian musibah itu sangat cepat, kapal dihantam gelombang yang mencapai empat atau lima meter kemudian pecah, dan para penumpang panik. Di saat para penumpang panik itulah, lebih lanjut menurut media ada sebagian penumpang yang mendapatkan pelampung dan sebagian kecil yang tidak memperoleh pelampung, kalau memang demikian betapa naasnya penumpang tersebut dimana ia di tengah laut yang luas tidak memakai pelampung, sehingga bisa jadi hanya dalam hitungan menit para penumpang tersebut tenggelam. Secara matematis pelampung yang tersedia di dalam kapal pasti kurang karena di dalam kapal feri tersebut ada para penjual sedangkan mereka tidak terdaftar dalam jumlah hitungan penumpang.

Sebagaimana lazimnya jika hendak ke Tanjung Pinang, ke Dumai, ke Pekanbaru atau ke kota-kota lain di sekitar Kepri, kebiasaan yang sering dijumpai saat naik feri adalah; para penumpang lenggang-kangkung tidak mau bertanya dimana tempat pelampung, dan pengusaha kapal melalui ABK-nya juga tidak menjelaskan dimana letak pelampung yang tersedia, apakah dibawah kursi ataukah di boks atas yang menempel di langit-langit kapal, selain itu para penumpang juga tidak tahu apakah pelampung yang tersedia di dalam kapal itu mencukupi atau tidak, seakan-akan kondisi yang carut marut dalam transportasi laut ini berlarut-larut dari waktu ke waktu tidak bisa diubah dan tidak tahu kapan perubahanya. Kegiatan yang komunikatif berupa bertanya atau memberi tahu perlu ditingkatkan bagi pengusaha atau penumpang sebagai tindakan preventif, jika terjadi kecelakaan kapal. Jika komunikasi antara penumpang dan ABK berjalan baik maka para penumpang merasa nyaman saat memilih transportasi kapal feri.

Sebagai bentuk perbaikan pelayanan transportasi laut, mungkin sebelum kapal berangkat ke tempat tujuan perlu adanya informasi yang lengkap oleh Asisten Kapten atau ABK mengenai kiat-kiat selamat saat naik kapal, informasi tersebut berupa letak pelampung, cara mengambilnya, cara memakainya, dan sedikit informasi mengenai posisi yang tepat dan aman saat membawa pelampung di laut yang luas, dan jika diperlukan mungkin disertai dengan peragaan saat memberikan informasi kepada penumpang sebagaimana yang di peragakan oleh para pramugari dalam transportasi udara oleh para maskapai penerbangan. 

Selama ini yang terjadi dalam transpotasi laut adalah setelah para penumpang masuk ke dalam kapal, tidak lama kemudian penumpang dimanjakan dengan film laga aksi atau lagu-lagu yang sedang hits saat ini. Dari sisi pelayanan pengusaha kapal tidak salah menyuguhkan hiburan bagi penumpang karena itu merupakan bentuk peningkatan pelayanan, setelah itu ada para pedagang yang mengais rezeki dengan mencoba menawarkan dagangannya di atas kapal, pedagang ini juga tidak salah karena mereka juga banyak membantu penumpamg yang kelaparan atau kehausan karena belum sempat sarapan atau alasan klasik lainya, mungkin caranya yang perlu disempurnakan yakni setiap pedagang yang berjualan di atas kapal yang sedang berjalan harus memakai pelampung, ini berguna untuk menghindari perebutan pelampung jika terjadi kecelakaan kapal.

Untuk menjaga kepastian jumlah pelampung yang tersedia mungkin Polisi Air perlu mengadakan pemeriksaan berkala terhadap jumlah pelampung yang dimiliki para pengusaha kapal. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebulan sekali, tiga bulan sekali atau enam bulan sekali, dengan memberi tanda di luar kapal, seperti tanda netto dan batasan tahun di dalam pojok mobil angkutan di mana Polantas dengan mudah melihat kadaluwarsa tahun yang ada dalam mobil. Pemeriksaan oleh instansi yang bersangkutan ini perlu dilakukan agar menambah rasa aman para penumpang kapal.

Secara natural dasar laut sama dengan dataran tanah, di mana jika tanah yang kosong dalam tiga bulan pasti akan tumbuh pohon, tiga bulan berikutnya pohon itu akan semakin besar, setahun, dua tahun, tiga atau lima tahun tanah tersebut sudah menjadi hutan yang lebat, begitu juga dengan dasar laut, terumbu karang yang tumbuh di dasar laut semakin lama tentu semakin banyak dan semakin tinggi, jika terumbu karang di dasar laut semakin tinggi maka akan terjadi sendimentasi (pendangkalan laut), dan jika dalam waktu setahun, dua tahun atau lima tahun tidak diadakan pemetaan, maka jalur kapal feri akan terganggu atau bahkan kandas, mungkin salah satu faktor kandasnya kapal feri MV Marina Batam 10 dan Dumai Expres 15 adalah karena tidak adanya pemetaan yang baru oleh Badan Koordinasi TNI Angkatan Laut (Bakorstanal), sehingga saat mengalami laut surut kapal tersebut kehilangan jalur dan akhirnya kandas, idealnya pemetaan dasar laut itu tiga bulan sekali, jika pemetaan dasar laut membutuhkan biaya yang mahal maka minimal setahun sekali, sehingga jalur lalu lintas kapal menjadi lancar.

Industri shipyard di Batam terus berkembang, hampir di setiap pelabuhan domestik di Batam di kelilingi perusahaan shipyard, baik pelabuhan Batu Ampar, pelabuhan Sekupang , pelabuhan Punggur dan pelabuhan di Tanjung Uncang. Banyaknya perusahan shipyard yang berkembang di satu sisi memberikan manfaatkan yang luar biasa kepada masyarakat, tapi mungkin di sisi lain perusahaan shipyard dimana aktivitasnya dibibir pantai juga memberikan dampak tidak baik dalam pencemaran laut. Benar atau tidak mengenai adanya pengaruh perusahaan shipyard dengan keadaan laut dan perkembangan dasar laut di kota Batam saat ini belum bisa dibuktikan, karena sampai saat ini pemerintah juga belum mengadakan penelitian terhadap banyaknya perusahaan shipyard di Kota Batam, yang ada adalah para pelaku perusahaan shipyard beriklan besar-besaran di media dalam membantu ekonomi Kota Batam. Jika memang sudah diadakan penelitian seberapa besar pengaruhnya terhadap kondisi laut, jika tidak ada seberapa kecilnya terhadap pencemaran laut. Sebaiknya Pemerintah Kota Batam perlu secepatnya mengadakan penelitian dalam permasalahan perusahaan shipyard ini sehingga bisa mengeliminir permaslahan yang akan muncul di masa-masa yang akan datang.

Di Kepulauan Riau ada salah satu musim yang di takuti para nelayan tempatan, yaitu musim angin utara, musim ini banyak para nelayan yang rela tidak melaut karena menghindari ganas ombak, dan kencangnya angin, karena saat angin kencang melaut juga tidak banyak mendapatkan ikan. Untuk keselamatan penumpang dan sebagai tindakan preventif saat musim utara pengusaha kapal mungkin perlu melibatkan TNI AL atau POLAIR dalam mengawal perjalanan kapal sehingga jika terjadi kecelakan kapal korban yang meninggal bisa diminimalisir.

Selain permasalahan di atas mungkin terjadinya kecelakan tenggelamnya Dumai Expres 10 adalah karena kurang adanya koordinasi antara Administrasi Pelabuhan (Adpel), TNI AL, POLAIR dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Saat ini masyarakat masih melihat masing-masing departemen yang bersangkutan bekerja dan berjalan sendiri-sendiri. Kapal Dumai Expres 10 telah tenggelam. Semoga tragedi ini menjadi pelajaran yang berharga. Langkah yang mesti dilakukan adalah adanya kerja sama kontinyu antara Adpel, TNI AL, POLAIR dan BMKG. Semoga !!!

0 komentar:

Posting Komentar | Feed

Posting Komentar



 

Muhith Jepara Batam Copyright © 2009 Jepara Bumi Kartini - Batam Bumi Industri by Muhitho Kibitho 08192224377